Kelemahan Trading Crypto

Kelemahan Trading Crypto menurut Bareksa seperti halnya Bitcoin, Ethereum, Ripple, Tether, Doge dll yaitu ada 3 jenis resiko :

1. Risiko Sangat Tinggi

Nilai Bitcoin dan koin-koin lainnya bisa saja naik hingga ratusan persen tanpa batas. Namun, risiko penurunan nilainya juga tidak berbatas. Bisa saja, investor atau trader yang kemarin untung hari ini bisa buntung akibat jual-beli aset kripto.
Hal ini berbeda dengan investasi di pasar modal seperti saham, atau reksadana saham. Di Bursa Efek Indonesia, batas maksimal penurunan saham dalam sehari adalah 7 persen dan akan langsung mengaktifkan sistem auto rejection. Bila penurunan terjadi berhari-hari, otoritas Bursa pun bisa menerapkan penghentian perdagangan sementara (suspensi) sehingga kerugian investor saham atau reksadana saham bisa dibatasi.

2. Tidak Ada Fundamental untuk Dianalisis

Cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, Ripple, Tether, dan Doge bukanlah mata uang seperti rupiah atau dolar AS. Sebab, meski disebut koin atau uang, crypto ini bukanlah mata uang yang memiliki dasar fundamental seperti kondisi ekonomi suatu negara, suku bunga acuan, dan data makroekonomi lainnya.
Aset kripto juga tidak bisa dianalisis segi fundamentalnya seperti halnya saham emiten yang perusahaannya punya pendapatan, operasi bisnis, laba dan dividen. Adapun reksadana bisa dilihat isi portofolionya yang tertera dalam fund fact sheet. Maka dari itu, sangat sulit untuk memprediksi dan menganalisis valuasi atau nilai wajar dari Bitcoin dan koin-koin lainnya.

3. Tidak Ada Badan Otoritas

Seperti disebutkan sebelumnya, aset kripto hadir karena teknologi blockchain yang memungkinkan semua data transaksi otomatis. Karena semuanya diatur oleh sistem blockchain, tidak ada lagi otoritas manusia yang membuat peraturan atau bisa membatasi perdagangan. Artinya, tidak ada juga perlindungan investor atau layanan nasabah (customer service), yang mendengarkan keluhan masyarakat bila terjadi apa-apa terhadap aset kripto tersebut.
Hal ini tentu berbeda dengan saham atau reksadana yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bila saham bergerak tidak wajar atau perusahaan melanggar ketentuan, OJK bisa memberikan peringatan. Reksadana dan manajer investasi yang tidak patuh aturan juga bisa diberikan sanksi OJK.
Saat ini, Bappebti Kemendag hanya mengawasi para pedagang kripto dan aset kripto yang bisa diperdagangkan di Indonesia. Bappebti telah mengakui sebanyak 229 jenis mata uang kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia dan ada 13 perusahaan pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti saat ini.
Nah, setelah mengenal kelemahan atau risiko aset kripto tersebut, kita sebagai smart investor perlu berpikir lagi untuk memutuskan berinvestasi di aset digital tersebut.

Popular Posts

Image

Aset Kripto

Image

Volatilitas